Halaman

Tampilkan postingan dengan label improvement. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label improvement. Tampilkan semua postingan

Rabu, 21 Juli 2010

Outsourcing Inovasi

Artikel Michael J. Stanko, Jonathan D. Bohlmann dan Roger J. Calantone yang ditulis pada The Wall Street Journal November 2009, berjudul “Outsourcing Innovation,” memuat hasil survey mereka terhadap 359 perusahaan untuk mengetahui fator yang mempengaruhi innovative performance. Innovative performance diartikan sebagai the number of patents produced and the number of subsequent patents built on these.

Perusahaan yang berhasil dalam inovasi - innovative performance- menerapkan outsourcing dalam 4 situasi ini:

  1. Saat perusahaan butuh penambahan pengetahuan baru untuk berinovasi, seperti bagaimana bekerja dengan senyawa kimia yang tidak umum untuk membuat lini produksi farmasi yang berbeda.
  2. Pada tahap awal proyek, saat terdapat banyak rintangan teknis yang harus diatasi dan hasilnya jauh dari kepastian.
  3. Saat kekayaan intelektual tidak terlindungi baik di suatu industri. Dalam kasus ini, sejak berbagai ide baru menyebar di banyak perusahaan, maka sulit untuk membedakan produk dengan inovasinya sehingga bisnis menerapkan outsourcing untuk membatasi pengeluaran (spending).
  4. Ketika perusahaan telah berpengalaman dalam berbagai outsourcing. Dalam memilih antara mengerjakan sendiri dan menyerahkan kepada pihak eksternal, perusahaan yang sudah sering menerapkan outsourcing akan menyerahkan pekerjaan kepada pihak eksternal-3 kali lebih sering. Biaya dan manfaat outsourcing lebih pasti dan dapat diatur situasi untuk mencapai hasil yang efektif.

Terlalu banyak menyerahkan pekerjaan kepada pihak eksternal akan berdampak naiknya biaya total jika dibandingkan terlalu banyak melakukannya secara internal. Ketidakmampuan mengontrol pengeluaran kepada vendor, biaya akibat perubahan kontrak, tambahan biaya untuk koordinasi antara upaya internal dan upaya eksternal, atau usaha pertumbuhan secara cepat melalui outsourcing pengembangan produk baru tanpa memperhatikan biaya merupakan faktor penyebab bengkaknya biaya total.

Dalam artikel tersebut, diidentifikasi masalah umum yaitu terlambatnya beralih ke outsourcing dalam pengembangan produk, saat para kontraktor harus belajar lebih banyak tentang pekerjaan yang telah dikembangkan secara internal.

Outsourcing dapat membantu perusahaan dalam memilih berbagai opsi dan mengurangi waktu ke pasar. Sebagai contoh produsen mobil, yang menghadapi berbagai ketidakpastian tentang teknologi bahan bakar alternatif. Dengan outsourcing, mereka dapat melihat beberapa teknologi-jauh melampaui apa yang mungkin mereka mampu lakukan secara internal-dan dapat pergi ke pasar dengan cepat setelah keputusan dibuat.

Dampak outsourcing inovasi terhadap kinerja:

  1. Meskipun tidak selalu lebih murah, outsourcing inovasi sering menghasilkan pengembalian yang lebih tinggi atas investasi dari sumber daya yang dialokasikan.
  2. Perlu balancing jumlah outsourcing. Terlalu banyak outsourcing akan menaikkan biaya jika dibandingkan terlalu banyak pengembangan internal, sedangkan terlalu sedikit outsourcing dapat berakibat kinerja rata-rata atau menurun.
  3. Ada risiko produk menjadi generik/umum, karena dikerjakan pihak eksternal dan mungkin bisa menjadi produk massa.
  4. Ada masalah jika para outsourcer/kontraktor disertakan terlambat dalam pengembangan produk, karena mereka harus melalui kurva pembelajaran yang memakan waktu lama.
  5. Outsourcing memberikan opsi bagi perusahaan untuk masuk ke pasar dengan timing yang baik.

Tidak berlebihan jika diungkapkan dengan outsourcing today for the bright future. O ia, saat menulis saya teringat pada Robert Wolcott penulis buku "Grow From Within", yang mengatakan "Companies don't generally lack good ideas. Rather, they don't have the right approaches to refine, develop, and bring them to market", tampaknya disini barulah empowering today for the bright future. Kombinasinya tentu patut dipilih.

Jumat, 28 Mei 2010

Indikator

Indikator adalah acuan untuk mengetahui kenormalan dalam suatu sistem. Dengan indikator kita dapat mengetahui dimana kita berada, kemana kita bergerak, seberapa jauh pencapaian/kinerja atau seberapa jauh kita dari posisi acuan. Indikator merupakan ukuran, referensi atau indeks yang menjadi detektor dalam mengenali suatu hasil proses, yang pada gilirannya dapat memberikan petunjuk mengenai apa yang harus dibenahi.

Contoh indikator dapat ditemui dalam hasil pemeriksaan darah yang berisi angka penunjuk tentang jumlah trombosit, hematoktrit, dsb. Disertai dengan informasi dari pasien atau jika perlu dengan tambahan indikator lain, para Diagnoser dapat menegakkan diagnosa. Saat berjalan di kawasan pabrik, dan melihat kepulan asap yang hitam pekat, para engineer bisa menduga what happen there, atau saat mengendarai mobil, kita dapat mengetahui apakah kecepatan saat ini sesuai dengan Max. Speed, jika tidak maka prrriiiit...kena tilang.

Perjalanan Menuju Kota Tujuan
Pada tahun 1988, saya naik bis dari Jember ke Jakarta. Berangkat jam 4 sore dan tiba di Pulogadung pukul 10 pagi keesokan harinya. Perlu waktu 22 jam dengan biaya sekitar 100 ribu. Saat naik pesawat, dari Jakarta ke Medan diperlukan waktu sekitar 2 jam. Tarifnya pun tergantung pada airlines yang digunakan, jika diratakan sekitar 1,5 juta. Naik Ferry ke Tomok, Samosir perlu waktu 1 jam, dan dari sini ke kampung saya di Sideak merupakan perjalanan yang indah dengan viewnya Tao Toba na uli.

Dalam "perjalanan" ini sang Sopir mengantar penumpangnya sampai di tempat tujuan.
Apa yang ada dalam benak keluarga jika dalam 25 jam, belum tiba di Jakarta? Berbagai kontak telepon dilakukan untuk mengetahui kabar.

Apa yang ada dalam benak penumpang pesawat, saat melihat jam tangan dan ternyata sudah 2 jam 30 menit dan Anda belum landing? Dari balik mikropon sang Stewardess/Pilot menyampaikan bahwa ban pesawat tidak terbuka dan berupaya menenangkan penumpang. Penumpang tegang panik, serta merta berbagai doa dipanjatkan kepadaNya.

Indikator sederhana untuk sampai di tempat tujuan adalah Keselamatan. Disisi lain faktor Waktu dan Biaya menjadi interest factors saat pembicaraan memasuki area efektifitas dan efisiensi.

Perjalanan Menuju Penyelesaian Studi
Saat belajar ukuran keberhasilan siswa tercermin dalam Rapor atau KHS. IP yang diperoleh merupakan indikator kepuasan atas hasil studi mahasiswa. Mungkin saja seseorang dengan IP rendah -dapat berhasil dalam kehidupannya- jika dibandingkan IP yang diraihnya, namun IP 3 adalah tiket bagi para pencari kerja untuk lolos persyaratan administrasi pada semua jenis lowongan pekerjaan. Bagaimana dengan lama Studi? Ya beberapa organisasi memiliki kriteria seleksi yang lebih ketat.

Dalam "perjalanan" ini, sang Mahasiswa menjadi Manager bagi dirinya sendiri. Dengan resources yang ada padanya Ia mengorganisir dan mengarahkannya untuk mencapai tujuan yang didambakan saat di kelas 3 SMA. Bagaimana jika setelah 5 tahun, sang Mahasiswa belum selesai studi? Para stakeholders akan bertanya-tanya.

Ayah: Mas, kapan lulus?
Mhs: Sebentar lagi Ayah, saya susah ketemu dosen pembimbing Skripsi. Kuliah sekarang susah, banyak yg harus dipelajari. Doakan Ayah supaya saya cepat lulus.
(Ferry: kalo alasan kayak gini...hehehe pembaca pasti dapat membuat interpretasi logis sendiri.)

Ayah: Mas, kapan lulus?
Mhs: Semester kemarin saya ngulang untuk mata kuliah Ekonometrika, ingin buat IP 3, dan semester depan saya ambil Skripsi. Lulusnya 9 bulan lagi setelah skripsi selesai. Doakan Ayah supaya saya cepat lulus.
(Ferry: yaa...cukup logis, rupanya sang Siswa ingin IP 3).

Indikator sederhana untuk lulus S1, yaitu Lama Studi dan IP. Biaya studi mungkin menjadi interest factors dalam studi penelitian kelulusan.

Perjalanan Menuju Kemenangan Pertandingan
Sekitar 2 minggu lalu saya menonton pertandingan Pro Liga Volly antara Samator dan BNI. Pertandingan yang seru dan menarik ditunjukkan oleh kedua tim. Saya turut tegang, mungkin juga para pihak yang secara emosional terikat dalam keluarga besar maupun fans, apalagi Organ Tim yang selama ini bekerja keras untuk masuk final.

Dengan skor sebagai indikatornya, Pelatih dan Manajer Tim mengubah strategi dan taktik bertanding, dan dengan catatan pada recording log pemain, mereka mengganti dan mengistirahatkan pemain, memberi semangat, mengarahkan semua sumber daya untuk mencapai tujuan "to be a winner". BNI akhirnya tak terbendung oleh Samator sang juara bertahan.

Setelah kedua Tim kembali ke markas mereka, apa yang dilakukan? Yes, mengapresiasi perjuangan berat dan tentu Evaluasi untuk perbaikan berikutnya. Indikator keberhasilan adalah Win atau Loss. Bagi para Tim interest factors mungkin berupa Skor, kesalahan/ keberhasilan individu pemain, kekuatan lawan.

Perjalanan Pencapaian Visi
Dalam operasional sektor private maupun sektor publik terdapat indikator pencapaian/kinerja. Dari sisi manajemen Keuangan, Operasional, Pemasaran, SDM, dan Strategi (waah saya baru sadar nih sama dengan jumlahnya Pilihan Konsentrasi/Penjurusan saat kuliah) akan diukur dan kemudian dievaluasi. Caranya pun beragam dengan melibatkan Sejawat Satu Level, oleh atasan Satu Level di atas, oleh bawahan Satu Level di bawah, bahkan dengan Customer maupun Ownernya.

Indikatornya tertuang misalnya dalam KPI, KGI, Strategic Objectives, Standar Pelayanan Minimal. Misalnya dalam bidang kesehatan kita, mengetahui visi tentang "Indonesia Sehat 2010". Disana tertuang detail kriterianya. Dalam bidang ekonomi makro ada studi indikatornya dan bidang perbankan.

Ukuran keberhasilan Sopir adalah No Accident dan penumpang tiba di Terminal tujuan, bagi Pelatih adalah kemenangan, dan bagi Siswa adalah kelulusan. Indikator ini begitu jelas dan mudah diinderai.

Bagaimana dengan ukuran di sektor private dan publik? Beberapa diantaranya Growth, Profit,
Sustainability...silahkan baca Laporan dan Juknisnya.

Inti Indikator adalah measurable dan observable.

Jumat, 23 April 2010

Benchmark Best Practice

Ilustrasi: Berdasarkan hasil Survey Pelanggan terdapat petunjuk bahwa Pelanggan menghabiskan waktu yang lama saat reservasi hotel. Pihak hotel berpikir untuk menemukan best practice-nya dan memutuskan melakukan benchmark ke Unit Emergency/Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit. Hasil benchmark disesuaikan dengan bisnis hotel, dan diterapkan: Layanan booking engine, Saluran reservasi secara elektronik dan travel agents, Sistim memberships atau corporate clients terutama terhadap tamu frequent guest/flyer sehingga mengurangi waktu check-in.

"best practice" merupakan suatu mekanisme (teknik, metode, proses, aktivitas, insentif atau penghargaan) yang diyakini lebih efektif dibanding mekanisme lain untuk diterapkan pada kondisi dan keadaan tertentu.

Teringat pada saat sekolah -atau secara umum dalam dunia pendidikan- kita pasti familiar dengan study tour. Misalnya study tour ke pabrik Mobil. A study tour is a travel experience with specific learning goals. Dengan studi tour, kita mengetahui bagaimana bentuk nyata (real world) atas praktek iptek di dunia industri. Sekarang saat mengabdi maupun berkarya, kita terus melakukan proses pembelajaran, yang salah satu caranya melalui benchmark.

Benchmarking is the process of comparing one's business processes and performance metrics to industry bests and/or best practices from other industries.

Benchmarking merupakan proses pengukuran produk, servis, dan proses terhadap organisasi yang diketahui sebagai pemimpin dalam satu atau beberapa aspek operasinya. Benchmarking memberi gambaran tentang organisasi kita jika dibandingkan dengan organisasi lain, bahkan meskipun organisasi itu berada pada bisnis yang tidak serupa atau melayani kelompok pelanggan yang berbeda.

Benchmarking is a matter of identifying who's best at something (in your company, in your industry, in the world), not by guesswork or reputation but by the numbers. http://money.cnn.com/magazines/fortune/fortune_archive/1996/10/28/203926/index.htm

4 Jenis Benchmark
Empat jenis Benchmarking yang sering kita jumpai:
1. Internal benchmarking
Benchmark yang dilakukan dalam organisasi misalnya antar kantor cabang atau unit bisnisnya sendiri. Benchmark ini tentu bisa cepat dilaksanakan, biaya rendah, mudah mentransfer hal2 yang dipelajari, serta memberikan pemahaman terhadap proses sendiri dengan lebih dalam.

2. Competitive benchmarking
Benchmark ini dilakukan terhadap organisasi pesaing. Targetnya tentu apa yang menjadi kekuatan pesaing, misalnya: Desain produk, Supply Chain, Kapasitas Pabrik, Paten atau R & D.

3. Functional benchmarking
Benchmark yang dilakukan terhadap proses serupa untuk satu fungsi misalnya HRM, IT, atau Pengolahan saja.

4. Generic benchmarking
Benchmark ini dilakukan pada industri yang berbeda. Contohnya perusahaan Telekomunikasi yang melakukan benchmark ke Restaurant. Kelebihannya, kita dapat memperoleh banyak informasi karena organisasi berbeda bisnis, peluang untuk melakukan proses breakthrough.

Tahapan Benchmark
1. Nyatakan tujuan, subyek atau problem
2. Definisikan prosesnya
3. Cari partner (tempat benchmark)
4. Identifikasi dan Kumpulkan sumber data awal
5. Tentukan dan Kunjungi partner yang dipilih
6. Temukan gap-nya
7. Buat Target atau Upaya pencapaian
8. Komunikasi dan Sesuaikan Target
9. Proses perbaikan/implementasi
10. Review/kalibrasi ulang.

Sumber Benchmark
Benchmark dapat dilakukan dengan berbagai cara dan tidak terbatas pada:
- Produk
- Kunjungan langsung
- Publikasi, Pameran
- Jurnal, Industry Directories
- Customer, Employee, Supplier
- Internet, Bertanya melalui telepon, e-mail, group diskusi (mailing lists)
- Perpustakaan /Library
- Experts/ Konsultan
- Pemenang Baldrige Award

Hasil Benchmark
Dengan benchmark, kita memperoleh manfaat:
- Mengetahui posisi perusahaan dalam industrinya
- Mengetahui bagaimana organisasi beroperasi dengan ekselen
- Memberikan atmosfir untuk improvement
- Memicu pembaruan atau mempercepat improvement
- Memberi semangat baru untuk melakoni best practice,
- Menegaskan keyakinan bahwa ada kebutuhan untuk berubah
- Membantu mengidentifikasi kelemahan dan room for improvement
- dll

Benchmark dapat dilihat sebagai bentuk pemikiran dari Kaizen dan Competitive Advantage dari Porter. Praktek benchmark telah membantu organisasi dalam upayanya untuk melakukan perbaikan produk, proses atau sistem. Improvement itu dapat dilakukan secara "inkremental" dari waktu ke waktu maupun "breakthrough" improvement yang dilakukan sekaligus di suatu waktu.

Benchmark bukanlah buku resep (cook book), benchmarking adalah proses kompleks dan seringkali memerlukan effort yang besar (Process Re-Engineering atau inisiatif Quality Improvent) dan karenanya diperlukan komitmen bagi keberhasilannya. Hasil benchmarking banyak yang dapat diterapkan oleh perusahaan namun tidak sedikit yang berakhir pada sindrome 'they are different from us'.